Food Porn: Ketika Makanan menjadi Bagian Pop Culture
08:25:00
Bagi
kalian semua yang sering buka Instagram, Tumblr, Twitter, maupun Pinterest
mungkin sudah akrab dengan istilah “Food
Porn”. Eiitss.. jangan buru-buru mengharamkan, walaupun ada unsur kata
“Porn” di dalamnya, tetapi istilah ini tidak merujuk pada sesuatu yang
‘macam-macam’ kok. Jika teman-teman melakukan penelusuran di Google Images
dengan kata kunci “Food Porn”, maka yang akan muncul adalah gambar-gambar
makanan yang bikin air liur mengalir deras. Walaupun beberapa di antaranya ada
yang bikin eneg juga sih.
Nah,
sekarang kita bahas kenapa namanya harus “Food Porn”? Sejarahnya bagaimana? Makanan
seperti apa saja yang masuk dalam kategori ini? Bagaimana efeknya terhadap
kesehatan? Mari kita bahas bersama.
Istilah
"Food Porn" sendiri ternyata pertama kali didokumentasikan dalam buku
Female Desire yang ditulis oleh seorang feminist
bernama Rosalind Cowards pada tahun 1984.
"Cooking food and presenting it beautifully
is an act of servitude. It is a way of expressing affection through a gift...
That we should aspire to produce perfectly finished and presented food is a
symbol of a willing and enjoyable participation in servicing others. Food
pornography exactly sustains these meanings relating to the preparation of
food. The kinds of picture used always repress the process of production of a
meal. They are always beautifully lit, often touched up." (Halaman
103)
Food
porn
dapat dikatakan sebagai visualisasi dari makanan yang dapat merangsang hasrat/selera makan
orang-orang yang melihatnya. Food porn
atau pornografi dalam arti lain dapat dikatakan sebagai sebuah 'imitasi' karena
yang aslinya tidak dapat kita sentuh, rasakan, bahkan kita hanya melihatnya
sebatas pada layar TV, laptop, atau HP. Namun, Deirdre Barrett, dalam bukunya,
pernah menulis, "The essence of the
supernormal stimulus is that the exaggerated imitation can cause a stronger
pull than the real thing".
Imitasi
yang berlebihan dapat menyebabkan tarikan (minat) yang kuat dibandingkan hal
yang nyata. Dalam kasus food porn,
makanan yang divisualisasikan dengan sedemikian rupa dan kita lihat
berulang-ulang akan semakin menarik hasrat kita untuk memakan makanan yang ada
di gambar tersebut, atau setidaknya sekedar membuat kita ingin makan saja
(tidak harus itu). Tak heran bahwa untuk menciptakan makanan yang masuk dalam
kategori ini, maka persiapan dan penyajiannya harus benar-benar serius.
"Manusia
dapat memproduksi sendiri stimulus semacam ini, seperti halnya permen, pornografi,
gambar binatang dengan mata besar, ancaman musuh, dan lain sebagainya",
Lanjut Barrett.
Mengutip
Cari Romm dalam situs The Atlantic pada tahun 2015, food porn didefinisikan sebagian oleh indra bahwa food porn adalah sebuah pengalaman
visual terhadap sesuatu yang orang lain dapat cium dan rasakan. Salah satu
situs ternama yang amat rutin mem-posting
gambar-gambar food porn adalah situs
Food Porn Daily yang dikreatori oleh Amanda Simpson. Amanda pernah berkata pada
The Daily Meal pada tahun 2010 bahwa food
porn adalah segala sesuatu yang dapat membuatnya ngiler (mengeluarkan saliva/liur). Sesuatu yang terbaik, yang dapat
menciptakan sebuah hasrat atau keinginan yang tak dapat terpuaskan.
Anthony
Bourdain pernah menulis sebuah Esai mengenai food porn pada tahun 2001. Dalam Esainya, ia menggambarkan bahwa food porn adalah glorifikasi makanan
yang dijadikan pengganti seks, dan bukan merupakan fenomena baru. Opininya
tentu beralasan karena pada tahun 1945 saja, seorang novelis bernama Idwal
Jones pernah menulis novel berjudul "High Bonnet", yang mana itu
adalah novel bertemakan sensual adventure
story.
Namun,
bukannya membahas karakter novelnya yang gila akan hubungan seks atau
mengeksplorasi seks itu sendiri, justru buku tersebut malah banyak membahas
'sensualitas' dari makanan. Seolah Jones adalah seorang yang maniak terhadap
makanan. Banyak sekali deskripsi-deskripsi men-detail tentang berbagai hidangan makanan dalam tulisannya di novel
tersebut yang mengajak para pembaca untuk mengkhayalkan rupa dan nikmat dari
makanan yang dideskripsikan. Tak jarang kalimat-kalimatnya dapat membuat para
pembaca meneteskan air liur "nyamnyamnyamnyam..."
Tentang
bagaimana kemudian istilah food porn
atau hashtag #foodporn dapat booming
di era media sosial sekarang ini adalah karena kebiasaan atau tren orang-orang
dalam memperlakukan makanan. Ya, penyebabnya adalah karena sekarang orang-orang
terbiasa mengunggah foto makanan lezat nan menggugah selera yang mereka makan
ke sosial media. Hingga muncul sebuah lelucon mengenai hal ini: "zaman
dulu, orang-orang berdoa dulu sebelum makan. Sekarang, orang-orang berfoto dulu
sebelum makan".
Dalam
sebuah survei yang dijabarkan oleh situs Ypulse pada tahun 2015 disebutkan
bahwa 63% dari mereka yang berusia 13-32 tahun terbiasa mem-posting foto dari makanan dan minuman
milik mereka atau orang lain ke akun media sosial mereka. Sebanyak 57% di
antara mereka mem-posting tentang apa
yang sedang mereka makan ke sosial media. Hampir setengah dari total
keseluruhan responden, yaitu 47% di antaranya mengaku bahwa mereka adalah foodies. Tidak heran kenapa tren food porn 'meledak' di era digital
sekarang ini.
Fenomena
food porn ini ternyata juga dapat
mempengaruhi strategi pemasaran perusahaan makanan. Dalam sebuah survey yang
dilakukan di Inggris, yang dijabarkan oleh situs Ypulse pada tahun 2015,
disebutkan bahwa hanya 11% dari responden berusia 18-29 tahun yang merasa bahwa
food advertising berhasil menarik
minat mereka dalam membeli produk makanan. Jika sebuah brand ingin menaikkan angka itu, maka harus ada pendekatan berbeda
yang dilakukan.
Madison
Loew dalam sebuah artikel yang diterbitkan pada situs Edelman tahun 2015
mengatakan bahwa sekarang orang-orang 'makan dengan mata' mereka. Artinya apa?
di era sosial media ini, visual atau kenampakkan dari makanan sama pentingnya
dengan bahan-bahan dari makanan tersebut. Menciptakan makanan dengan warna
cerah dan plating yang indah akan menggugah hati orang yang melihatnya untuk
memencet tombol "share"
atau "love".
Pengaruh
social food akhirnya mempengaruhi
strategi marketing dan menu di restoran-restoran, sebagaimana perusahaan dengan
merk-merk ternama mulai memanfaatkan perilaku para foodies sosial media untuk mengembangkan produknya. Coba saja lihat
iklan-iklan makan dan minuman di TV, internet, atau di papan iklan jalanan.
Semuanya (menjadi semakin) menggugah selera dibanding sebelum zaman sosial
media bukan?
Mungkin
kita dapat katakan food porn adalah
bagian dari sebuah "Pop Culture".
Pop culture yang mempengaruhi bisnis
makanan. Courtney Reum lewat situs Huffington Post pada tahun 2011 mengatakan
bahwa merk atau nama sebuah restoran dapat 'naik' dengan menggabungkan makanan
dengan pop culture.
Ia
memberikan contoh menarik bahwa dalam kurun waktu 6 bulan, pernah ada 6
restoran besar di Manhattan, yang notabene berstatus "High Profile Restaurants"
dan dimiliki oleh orang-orang yang sudah berpengalaman di bidang restoran harus
'gulung tikar'. Pemilik gedung mengatakan bahwa mereka ingin restoran yang
lebih dapat menarik massa. Hingga muncul lah seorang bernama Talbot yang
mendirikan restoran bernama Imperial 9. Singkat cerita, restorannya lebih
sukses dibandingkan restoran-restoran sebelumnya karena mereka 'mengawinkan'
makanan dengan pop culture.
Semua
orang senang makan, setiap hari pasti makan. Tren dan pop culture pun terus berkembang seiring perkembangan zaman. Jadi,
sekiranya makanan dan promosi makanan seperti apa yang disenangi banyak orang?
Ya, mungkin seperti itulah pemikirannya.
Sebuah
studi 2012 yang diterbitkan dalam jurnal Physiology and Behavior menemukan
bahwa persepsi para pengunjung suatu restoran terhadap rasa dan bau suatu
makanan dapat dipengaruhi oleh bentuk dan penampilan dari makanan itu sendiri.
Makanan dengan tampilan "Wah" lah yang lebih mudah mempengaruhi persepsi
mereka.
Sebuah
studi lain yang juga dilakukan pada tahun 2012, kali ini oleh Schussler et al.,
mengatakan bahwa hanya dengan melihat gambar makanan, hormon ghrelin (hormon
yang memicu rasa lapar) seseorang dapat naik.
Jika
dikaitkan dengan isu kesehatan, maka ini ada hubungannya dengan pemilihan makan,
obesitas, dan penyakit degeneratif. Begini, food
porn membuat para produsen makanan semakin gencar dan artistik dalam
mempromosikan gambar dari produk makanan mereka. Namun, makanan yang seperti
apa? Simon Davis dalam sebuah artikel yang diterbitkan situs greespun.com
pernah berkata bahwa para produsen makanan di Amerika Serikat seolah
mempengaruhi orang-orang untuk 'berkata tidak' pada makanan rendah kalori dan
segala produk makanan diet melalui sistem marketingnya.
Kenapa?
Karena kebanyakan dari produk yang mereka promosikan secara gencar adalah
makanan-makanan tinggi lemak dan gula. Coba saja kalian googling kata “food porn” di
internet, pasti kebanyakan gambar yang keluar adalah jenis makanan junk food tinggi lemak, tinggi gula, dan tinggi kalori.
Medical
Institute of California sampai mengatakan bahwa produsen makanan harus
bertanggung jawab mendukung diet sehat. Maka dari itu sekarang banyak pula
makanan-makanan sehat dengan visual yang lebih menarik. Setidaknya ini dapat
menyeimbangkan pemilihan makanan orang-orang. Juga, memberikan persepsi bahwa
makanan sehat juga dapat menggugah selera dan, memang, beneran rasanya juga
enak.
Berikut ini adalah contoh-contoh gambar food porn sebagai menutup artikel ini. Selamat menikmati!
0 Leave comment