Nasi Megono versi Komplit | © kitabmasakan.com
Pada suatu jumat sore setelah
selesai bekerja, saya harus menerima kenyataan untuk tetap saya harus menerima
kenyataan untuk tetap stay di kantor
karena ada instruksi dari atasan. Perut saya yang keroncongan meminta saya
untuk segera memasukkan makanan ke dalamnya. Maklum, sedari siang saya belum
makan karena memang agak sulit untuk orang yang bekerja di bidang layanan
seperti saya untuk meninggalkan pekerjaan, apalagi di hari jumat jelang weekend.
Tidak jauh
dari tempat saya bekerja, yaitu di lantai dasar Thamrin City, terdapat satu toko yang menjual pakaian batik dan juga
makanan, serta minuman. Toko itu dijaga oleh seorang ibu-ibu dan seorang
pemudi. Saya berpikir mereka cukup cerdas menjual makanan sambil berdagang
pakaian batik. Toh, kalaupun pakaian mereka tidak laku, mereka masih bisa
mendapatkan penghasilan dari makanan dan minuman yang dijual, pun berlaku
sebaliknya.
Tahu sendiri kan bagaimana
kebiasaan belanja orang Indonesia? Biasanya lihat-lihat dulu, terus main ke
toko sebelah sebelum akhirnya memutuskan. Ibu dan pemudi tadi dapat dikatakan
cukup oportunis melihat peluang ini. Jadi, sambil orang lihat-lihat dagangan,
mereka juga bisa sambil jajan, tanpa perlu beli makanan dan minuman dari luar
atau food court terlebih dahulu.
Berbagai makanan yang dijual, di
antaranya adalah gorengan bakwan, martabak tahu, permen, biskuit, nasi uduk,
dan lain sebagainya. Namun, nasi uduk nyatanya bukanlah satu-satunya nasi yang
dijual di toko tersebut, melainkan ada satu jenis nasi lagi yang menarik
perhatian saya. Nasi itu adalah nasi megono khas Pekalongan. Nasi putih porsi
kecil yang dicampur dengan cacahan nangka dan sedikit parutan kelapa. Cacahan
nangka muda itu dicincang halus setelah melewati proses pemasakan dengan bumbu
khas urap yang gurih.