Body Image (Citra Tubuh): Masalah Kesehatan Gizi dan Psikologi Remaja
10:48:00
Pernah merasa tak
puas dengan bentuk tubuhmu sendiri? Atau selalu merasa dirimu gemuk? Atau
mungkin kamu kesulitan untuk menilai sebenarnya kamu itu gemuk atau tidak? Hati-hati!
Karena body image atau citra tubuh
yang buruk dapat mengarahkanmu kepada eating
disorder. Apalagi, kalau kamu belum tahu bagaimana cara berdiet yang baik.
Sebenarnya
apa sih body image itu? Pada artikel ini akan dibahas pengertian, dampak, dan faktor-faktor body image (citra tubuh), serta bagaimana cara menghindari body image (citra tubuh) yang buruk. Mari kita
bahas bersama.
Body
image
atau persepsi tubuh atau citra tubuh dapat dikatakan sebagai
awal mula dari masalah kesehatan bernama perilaku makan menyimpang (eating disorder). Citra tubuh dapat
dianggap sebagai gambaran dari tubuh yang kita khayalkan dalam pikiran. Cara kita
melihat dan membayangkan diri kita sendiri. Ketika melihat diri sendiri di
depan cermin, kita membandingkan apa yang kita lihat dengan apa yang kita
pikirkan (Smolin & Grosvenor, 2011).
Masalah
citra tubuh ini paling sering dialami oleh mereka yang masih remaja. Selama
awal masa remaja, individu mulai mengalami perubahan biologis yang dramatis
terkait dengan pubertas. Perkembangan citra tubuh dan peningkatan kesadaran
seksualitas adalah tugas psikososial sentral selama periode remaja ini.
Perubahan dramatis dalam bentuk dan ukuran tubuh dapat menyebabkan banyak
ambivalensi di kalangan remaja, yang mengarah ke perkembangan citra tubuh yang
buruk dan gangguan makan jika tidak ditangani oleh keluarga atau perawatan
kesehatan profesional (Brown, 2011).
Darimana
sih sebenarnya khayalan-khayalan mengenai citra tubuh itu datang? Hal ini juga
dipengaruhi faktor teman sebaya yang sangat kuat selama masa remaja awal. Mereka
sadar terhadap penampilan fisik dan perilaku sosial, sehingga berusaha untuk
"mencocokkan diri" dengan kelompok sebaya mereka (Brown 2011).
Kebutuhan
untuk mencocokkan diri ini dapat mempengaruhi asupan gizi di kalangan remaja. Faktor
situasional, seperti dengan siapa dan dimana mereka makan, merupakan faktor
penting dalam pemilihan makanan yang mereka buat (Singh, et al. 2008 dalam
Brown 2011). Ya, ada kalanya remaja merasa ‘tidak boleh’ makan makanan
tertentu, bahkan sekalian saja tidak usah makan sama sekali karena berhadapan
dengan orang tertentu. Alasannya? Ya, karena gengsi atau malu, terutama kalau
sedang dekat dengan gebetan.
Awalnya,
mungkin hanya sekedar mempengaruhi pemilihan makanan. Namun, lama kelamaan
dapat berkembang mempengaruhi citra tubuh. Terkadang, remaja merasa dapat lebih
diterima oleh kelompoknya jika mereka memiliki tubuh yang sama idealnya dengan kelompok
yang hendak mereka masuki. Jika kelompok tersebut mayoritas adalah
perempuan-perempuan bertubuh langsing, maka remaja dapat menuntut diri mereka
sendiri untuk dapat sama dengan kelompoknya.
Bahkan,
karena alasan ‘cinta’ pun, ternyata remaja rela melakukan segalanya. Sudah
banyak kasus mengenai perempuan yang rela diet ketat penurunan berat badan
dengan cara keliru, seperti memilih hanya makan sekali sehari atau rela hanya
minum air putih. Mereka menjadi takut gemuk, khawatir kekasihnya atau gebetannya
berpaling dari mereka.
Masalah
dengan citra tubuh melibatkan dua pola, yaitu ketidakpuasan dan distorsi.
Ketidakpuasan citra tubuh berarti bahwa kita tidak menyukai keseluruhan atau
beberapa bagian dari tubuh kita. Kita mungkin merasa malu atau sadar diri.
Distorsi citra tubuh berarti bahwa kita tidak dapat menilai ukuran tubuh kita,
atau bahwa kita menganggap bagian tubuh kita berbeda dari bagaimana yang
sebenarnya (Smolin & Grosvenor, 2011).
Kedua
hal ini lebih umum terjadi pada antara perempuan dibandingkan laki-laki, dengan
hampir dua kali lebih banyak perempuan yang tidak puas dengan tubuh mereka
daripada laki-laki. Pada wanita, ketidakpuasan citra tubuh biasanya melibatkan
perasaan bahwa mereka terlalu gemuk, sedangkan kebanyakan pria tidak puas
dengan tubuh mereka karena mereka percaya bahwa mereka terlalu tipis dan tidak
cukup berotot (Smolin & Grosvenor, 2011).
Wah,
kalau begitu citra tubuh pada laki-laki lebih memberikan dampak positif dong
ya? Kan, mengajak laki-laki untuk rajin berolahraga? Hmm… menurut penulis, hal
tersebut tidak 100% benar sih karena fakta bahwa di Indonesia, remaja lelakinya
belum paham betul tentang bagaimana caranya untuk mendapatkan tubuh seperti
itu. Remaja kadang ingin yang instan, bisa jadi mereka malah jadi ikutan diet
ketat, minum suplemen penambah otot secara berlebihan, dan olahraga yang
melebihi batas kapasitas diri. Jelas, tidak baik bagi kesehatan, terutama
jantung, ginjal, dan meningkatkan resiko cedera.
Selain
faktor teman sebaya, beberapa ahli juga mengatakan bahwa ada peran media dalam
hal ini, terutama media digital. Media digital, bersama dengan industri
hiburan, memang memainkan peran untuk mempengaruhi generasi muda, memberikan
persepsi bahwa cantik atau ganteng itu harus ‘seperti ini’, bukan ‘seperti
itu’.
Remaja
pasti memiliki idola yang mereka kagumi, dan umumnya adalah artis (pemeran) dan
juga penyanyi. Rata-rata dari mereka memiliki wajah menarik dan badan langsing.
Remaja yang sudah terlanjur memiliki bobot di atas berat badan para pelaku dunia
hiburan, pastinya memiliki bentuk tubuh yang tidak mereka harapkan. Dari
sinilah awal mula ketidakpuasan citra tubuh dapat terjadi, seperti halnya
remaja tidak suka bentuk perut gendut atau paha mereka yang terlalu besar
karena artis ‘yang itu’ perutnya rata dan pahanya kecil.
Bagi
mereka yang sudah memiliki tubuh layaknya para selebritis, pasti juga akan
berusaha menjaga dirinya tetap seperti itu. Namun, manusia memang tidak pernah
puas. Ada kalanya mereka masih merasa kurang. Padahal jika diperhatikan, tubuh
mereka mungkin sudah mirip, bahkan lebih baik dari para selebritis. Hanya saja
karena para artis kurus yang diciptakan industi hiburan itu adalah patokannya,
maka para fans ingin menjadi semakin
kurus dan kurus lagi. Sudah kurus pun, mereka masih punya perasaan bahwa mereka
gemuk.
Masalah
dengan citra tubuh adalah menurunnya harga diri dan meningkatkan risiko
mengembangkan perilaku makan menyimpang. Misalnya, distorsi citra tubuh adalah
karakteristik dari anoreksia. Orang dengan gangguan ini dapat melihat diri
mereka sebagai lemak, walaupun sebenarnya bukan, dan bersikeras bahwa tubuh
kurus mereka tidak terlalu tipis, tetapi lebih padat, atau bahkan sedikit
gemuk. Orang dengan perilaku makan menyimpang dapat yakin bahwa hanya tubuh
orang lain yang menarik, sedangkan bentuk tubuh mereka adalah tanda kegagalan
pribadi. Mereka menyamakan menjadi kurus tidak hanya dengan kecantikan, tetapi
juga dengan vitalitas, kesuksesan, dan kecerdasan (Smolin & Grosvenor, 2011).
Bagi
beberapa orang, diet penurunan berat badan yang menyebabkan mereka langsing
membuat mereka bahagia dengan tubuh mereka, tetapi untuk orang lain, tidak ada jenis
diet yang akan membantu mereka merasa baik tentang diri mereka sendiri (Smolin
& Grosvenor, 2011). Seseorang mungkin dapat merasa lebih baik dalam
menjalankan diet penurunan berat badan, dan akan merasa lebih senang jika
bentuk tubuh yang mereka inginkan telah tercapai.
Di
sisi lain, jika citra tubuh telah mengarahkan diri kepada distorsi, maka diet
jenis apapun, obat mereka apapun tidak akan berguna. Bahkan, ketika tubuh
seseorang sudah berada pada Indeks Massa Tubuh < 17 (kategori sangat kurus),
seseorang masih dapat merasa atau berpikir dirinya gemuk. Seperti yang telah
disinggung di atas bahwa kondisi seperti inilah yang akan mengarahkan seseorang
kepada perilaku makan menyimpang, seperti halnya anoreksia nervosa, bulimia
nervosa, dan sebagainya.
Untuk
memiliki citra tubuh yang sehat, berikut ini adalah saran "DO" dan
"DONT" dari Smolin & Grosvenor (2011):
DO
1.
Terimalah kenyataan bahwa tubuh manusia memang memiliki variasi ukuran dan
bentuk,
2.
Kenali sifat-sifat positif diri kita,
3.
Ingat bahwa kritikus terburuk adalah diri sendiri,
4.
Jelajahilah ke dalam diri kita sendiri, secara emosional dan spiritual, serta
penampilan luar kita,
5.
Luangkan waktu dan energi menikmati hal-hal positif dalam kehidupan,
6.
Sadarlah akan prasangka berat badan sendiri. Pikirkan bagaimana semua itu
berdampak pada harga diri kita.
DON'T
1.
Jangan biarkan tubuh kita menentukan siapa atau apa diri kita,
2.
Jangan cap seseorang atas dasar penampilan, ukuran, atau bentuk tubuh,
3.
Jangan lupakan bahwa masyarakat (dipengaruhi media dan industri hiburan) dapat
mengubah tren kecantikan dari masa ke masa,
4.
Jangan lupakan bahwa kita tidak sendirian dalam mencapai self-acceptance,
5.
Jangan takut untuk menikmati hidup.
0 Leave comment