Mengenai MSG dan Apa Itu Bahan Tambahan Makanan

07:18:00


"Jangan kebanyakan mecin!" Itu adalah kata-kata yang akrab kita dengar di telinga kita. "Mecin" atau "MSG" adalah Bahan Tambahan Makanan (BTM) yang dapat dengan mudah kita temui dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Namun, sebenarnya apa itu MSG? Apa itu Bahan Tambahan makanan?

Pengertian Bahan Tambahan Makanan adalah bahan yang ditambahkan ke dalam makanan untuk mempengaruhi sifat ataupun bentuk makanan. Bahan Tambahan Makanan dapat memiliki nilai gizi, maupun tidak (Yuliarti, 2007).

Pengertian lainnya, Bahan Tambahan Pangan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, dan penyimpanan (Cahyadi, 2006 dalam Silalahi, 2011). Syarat-syarat BTM adalah sebagai berikut (Yuliarti, 2007):
  1. BTM bersifat aman, dengan dosis yang tidak dibatasi.
  2. BTM bersifat aman, dengan dosis maksimum yang telah ditetapkan.
  3. BTM telah mendapatkan izin beredar dari instansi yang berwenang, seperti penggunaan zat pewarna yang sudah dilengkapi sertifikat aman.

Seperti yang telah dijelaskan di atas, terdapat BTM yang boleh digunakan dalam dosis tertentu. Biasanya, BTM jenis ini dapat menimbulkan gangguan kesehatan jika dikonsumsi secara berlebihan (melebihi dosis maksimum). Gangguan kesehatan dapat muncul dalam waktu dekat atau muncul dalam beberapa tahun setelah kita mengonsumsi makanan tersebut (Yuliarti, 2007)

Simbol bahan tambahan makanan yang diizinkan dalam pangan, menurut peraturan EEC diberi nomor serial yang diawali huruf kapital E. Ada 4 kelompok umum bahan tambahan makanan, yaitu: pewarna makanan E100-E199; Pengawet E200-E299; Antioksidan E300-E399; Bahan pengatur tekstur meliputi pengemulsi, penstabil, dan pembentuk gel E400-E499 (Makfoeld, 2002). 

Jenis-jenis BTM pada label pangan biasanya adalah sebagai berikut (NHS Choices 2013):
  • Antioksidan guna mencegah perubahan warna, terutama pada saat persiapan makanan berlemak atau dengan minyak, produk roti dan kue, sup, dan saus.
  • Pewarna yang digunakan untuk membuat makanan menjadi lebih menarik. Dapat menggunakan bahan alamin seperti curcumin (E100), ekstrak akar kunyit kuning, atau buatan seperti tartrazine (E102).
  • Pengemulsi, penstabil, gelling, dan pengental guna menghindari makanan dari terpisah dan memberikan tekstur pada makanan. Contohnya pektin (E440) yang biasa digunakan pada selai.
  • Penguat rasa, contohnya MSG (E621) biasanya digunakan pada makanan olahan, sup, dan saus.
  • Pengawet untuk menjaga makanan tahan lama. Contohnya nitrit (E249) dan nitrat (E252) untuk digunakan pada daging dan cured meats untuk menghentikan pertumbuhan bakteri.
  • Pemanis berfungsi untuk memberikan rasa manis. Contohnya termasuk aspartame (E951), sakarin (E954) dan sorbitol (E420).
MSG (Monosodium Glutamate)
Sumber Gambar: Wikipedia

Monosodium Glutamat (MSG)

Adalah garam natrium dari asam amino asam glutamat yang biasa digunakan sebagai penambah rasa. FDA mengklasifikasikan MSG sebagai “generally recognized as safe” ingredient. Artinya, termasuk pada BTM yang aman, dalam batas tertentu (Whitney dan Rolfes, 2011).

Seseorang yang mengonsumsi MSG secara berlebihan, terlebih lagi ia memiliki intoleransi terhadap MSG, dapat mengalami beberapa gejala gejala kompleks, seperti halnya: rasa sensasi seperti terbakar pada tubuh, kemerahan disertai nyeri pada wajah dan dada, hingga sakit kepala berdenyut-denyut (Whitney dan Rolfes, 2011).

Pemanis

Selain, MSG yang dapat memberikan rasa gurih, ada juga BTM yang akrab digunakan, yaitu Pemanis. BTM ini merupakan senyawa kimia yang sering ditambahkan dan digunakan untuk keperluan produk olahan pangan, industri, serta minuman dan makanan kesehatan. Pemanis berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma, memperbaiki sifat-sifat fisik, sebagai pengawet, memperbaiki sifat-sifat kimia sekaligus merupakan sumber kalori bagi tubuh, mengembangkan jenis minuman dan makanan dengan jumlah kalori terkontrol, mengontrol program pemeliharaan dan penurunan berat badan, mengurangi kerusakan gigi, dan sebagai bahan substitusi pemanis utama (Cahyadi, 2006 dalam Silalahi, 2011).

Pemanis buatan (sintesis) merupakan bahan tambahan yang dapat memberikan rasa manis dalam makanan, tetapi tidak memiliki nilai gizi (Yuliarti, 2007 dalam Silalahi, 2011).

Bahan pengawet

Berperan untuk membuat makanan tidak mudah rusak atau membuatnya tahan lama. Kerusakan yang dimaksud adalah kerusakan karena adanya mikroorganisme yang menggunakan bahan makanan tertentu sebagai media tumbuh dan berkembang biak. Bahan pengawet bersifat menghambat atau mematikan pertumbuhan mikroba penyebab kerusakan, atau disebut juga senyawa antimikroba. Penggunaan pengawet tidak selalu menguntungkan, terutama apabila digunakan dalam jumlah yang berlebihan, karena dapat mengganggu kesehatan (Saparinto dan Hidayanti, 2002).

Sumber bahan pengawet dapat digolongkan menjadi 2 sebagai berikut (Saparinto dan Hidayanti, 2002):
  • Senyawa organik: biasanya digunakan untuk produk-produk olahan nabati seperti roti, sari buah, minuman ringan, selai dan jeli. Kandungan garam dalam bahan pengawet organik mudah larut dalam dari, contohnya asam sorbat, asam propionat, asam asetat, dan epoksida.
  • Senyawa anorganik: berasal dari senyawa anorganik seperti SO2, garam natrium, kalium sulfit, bisulfit, metabisulfit, nitrit, dan nitrat. Senyawa anorganik yang sering digunakan adalah senyawa nitrit dan nitrat dalam bentuk garam. Bakteri pengganggu yang dapat dicegah pertumbuhannya, seperti Clostridium botulinum. Senyawa ini juga dapat mempertahankan warna dan menghambat pertumbuhan mikroba pada proses curing daging. Terlalu banya menggunakan nitrit dan nitrat dapat mendorong terbentuknya senyawa nitrosamin, yaitu senyawa yang bersifat karsinogenik (dapat memicu kanker).

Contoh bahan pengawet yang umum digunakan produsen (Saparinto dan Hidayanti, 2002 dan Buckle et al., 2009):
  • Natrium benzoat (pengawet antibasi): pada produk olahan, roti kering, cincau, dan jajanan pasar. Dapat juga ditemukan pada produk makanan hasil olahan pabrik.
  • Asam sorbat: Mampu menekan pertumbuhan kapang dan khamr biasanya digunakan dalam bentuk garam sodium atau potasium. Efektif untuk menghambat pertumbuhan ragi dan kapang. Asam sorbat tidak mempengaruhi cita rasa makanan pada tingkat penggunaan 0,3% per berat produk makanan seperti keju, roti, sari buah, dan acar. Kurang efektif untuk menghambat atau menghindari pertumbuhan bakteri seperti Lactobacilli, Staphylococci, dan Clostridia.
  • Belerang Dioksida: SO2 (Sulfit, bisulfit, metabisulfit) berguna sebagai zat antimikroorganisme, penghambat browning enzimatis dan non enzimatis, dan sebagai suatu antioksidan dan pereduksi. Jika digunakan dalam jumlah besar dapat mempengaruhi rasa. SO2 juga dapat menyebabkan karat pada kaleng, jadi bahan pangan yang mengandung S02 harus terbuat dari wadah gelas atau plastik.
  • Nisin: antibiotika yang tidak digunakan untuk tujuan pengobatan, terdiri dari sekelompok polipetida yang dihasilkan oleh galur dari kelompok Streptococcus lactis. Cukup efektif untuk menghambat atau menghindari pertumbuhan bakteri seperti Lactobacilli, Staphylococci, Bacilli dan Clostridi.
  • Bahan-bahan alami yang sering digunakan menjadi pengawet adalah garam, asam, dan gula.

BTM Berbahaya

Terkadang masih tetap saja ada oknum-oknum produsen 'nakal' yang nyatanya menambahkan bahan berbahaya sebagai BTM. Kenapa mereka melakukan itu? karena demi meningkatkan keuntungan, mereka berusaha untuk membuat produk mereka awet selama mungkin. Lalu, biasanya konsumen juga lebih suka mencari pangan yang memiliki warna cerah atau terang, jadi tak jarang mereka menggunakan pewarna tekstil. Hal ini tentu dapat berimbas pada pedagang jujur yang tidak menggunakan BTM berbahaya. Konsumen jadi tidak mau membeli dagangan mereka karena hal tersebut (Yuliarti, 2007).

Sumber Gambar: Sindonews


Penulis mendapatkan informasi penting dari situs Dinas Kesehatan Sukoharjo perihal ciri-ciri makanan yang ditambahkan boraks dan formalin Silahkan disimak berikut ini.

Makanan yang sering ditambahkan boraks adalah kerupuk karak, baso, mie basah, pisang molen, lemper, siomay, lontong, ketupat, dan pangsit. Sedangkan yang ditambahkan formalin adalah tahu, mie basah, ikan segar dan hasil laut, tempura, dan gula jawa. Ciri-ciri makanan yang ditambahkan boraks dan formalin adalah sebagai berikut :
  1. Bakso yang menggunakan boraks memiliki kekenyalan khas yang berbeda dari kekenyalan bakso yang menggunakan bahan daging. Tekstur kulit kering dan berwarna keputihan.
  2. Kerupuk yang mengandung boraks kalau digoreng akan mengembang dan empuk, teksturnya bagus, renyah dan dapat memberikan rasa getir.
  3.  Ikan segar yang menggunakan formalin tidak rusak sampai 3 hari pada suhu kamar, insang berwarna merah tua dan tidak cemerlang, dan memiliki bau menyengat khas formalin.
  4.  Tahu yang menggunakan formalin berbentuk bagus, kenyal, tidak mudah hancur, awet hingga lebih dari 3 hari, bahkan lebih dari 15 hari pada suhu lemari es, dan berbau menyengat khas formalin.
  5. Mie basah yang menggunakan formalin biasanya lebih awet sampai 2 hari pada suhu kamar (25 derajat celcius), berbau menyengat, kenyal, tidak lengket dan agak mengkilap.
  6. Gula jawa yang ditambahkan formalin teksturnya cenderung keras, tidak mudah remuk dan lumer, bau agak menyengat.

Makanan tersebut yang telah ditambahkan boraks dan formalin biasanya lebih awet dari makanan yang tidak ditambahkan pengawet. Sebagai indikator biologis dapat diperhatikan bahwa lalat tidak akan menghinggapi makanan yang mengandung formalin dan boraks tersebut.

Bahaya makanan yang mengandung Boraks bagi kesehatan jika dikonsumsi adalah sebagai berikut :
·        Bahaya akut:
Badan terasa tidak enak (malaise), mual nyeri hebat pada perut bagian atas (epigastric), pendarahan gastro-enteritis disertai muntah darah, diare, lemah, mengantuk, demam, dan sakit kepala
·        Bahaya kronis/jangka panjang:
Hilangnya nafsu makan (anorexia), turunnya berat badan, iritasi ringan disertai gangguan pencernaan, kulit ruam dan merah-merah, kulit kering dan mukosa  membran dan bibir pecah-pecah, lidah merah, radang selaput mata, anemia, kerusakan ginjal, kegagalan sistem sirkulasi akut, dan bahkan kematian

Bahaya makanan yang mengandung Formalin bagi kesehatan jika dikonsumsi adalah sebagai berikut :
·        Bahaya akut:
Iritasi, alergi, kemerahan, mata berair, mual, muntah, rasa terbakar, sakit perut dan pusing
·        Bahaya kronis/jangka panjang:
Iritasi pada saluran pernafasan, muntah-muntah dan kepala pusing, rasa terbakar pada tenggorokan, penurunan suhu badan dan rasa gatal di dada, Selain itu juga dapat terjadi kerusakan hati, jantung, otak, limpa, pankreas, sistem susunan syaraf pusat dan ginjal. Bila dikonsumsi menahun dapat menyebabkan kanker

Jadi, Pastikan BTM yang kita gunakan telah mendapat izin Badan POM. Perhatikan pada kemasan BTM yang hendak kita beli, apakah sudah terdapat izin dari BPOM atau belum. Berikut adalah BTM yang telah mendapat izin dari Badan POM untuk beredar (Yuliarti, 2007):
  1. Pengawet: Asam Benzoat, Asam Propionat, Asam Sorbat, Natrium Benzoat, dan Nisin
  2. Pewarna: Tartrazine
  3. Pemanis: Aspartam, sakarin, dan siklamat
  4. Penyedap rasa dan aroma: monosodium glutamat (MSG)
  5. Antikempal: Alumunium silikat, magnesium karbonat, trikalsium fosfat
  6. Antioksidan: asam askorbat, alpa tokoferol
  7. Pengemulsi, pemantap, dan pengental: lesitin, sodium laktat, dan potasium laktat 
Peraturan menteri Kesehatan RI no. 722/Menkes/Per/1988 mencantumkan daftar bahan kimia berbahaya yang dilarang dalam makanan:
  1. Natrium Tetraborat (Boraks)
  2. Formalin (Formaldehid)
  3. Minyak nabati dibrominasi
  4. Kloramfenikol, kalium klorat
  5. Nitrofurazon, dietilpilokarbonat
  6. Asam salisilat beserta garamnya

Peraturan menteri Kesehatan RI no. 1168/Menkes/Per/X/1999 menambahkan daftar bahan kimia yang harus dihindari, yaitu:
  1. Rhodamin B (pewarna merah)
  2. Methanyl yellow (pewarna kuning)
  3. Kalsium bromat (pengeras)
  4. Asam Borat (Boric Acid) dan senyawanya
  5. Dietilpirokarbonat (Diethylpirocarbonate DEPC)
  6. Dulsin (Dulcin)
  7. Kalium Klorat (Potassium Chlorate)

Informasi mengenai Batas Maksimal Penggunaan harian (BMP) atau Acceptable Daily Intake (ADI) sangat penting diketahui para produsen dan masyarakat (Saparinto dan Hidayanti, 2002). ADI didefinisikan sebagai perkiraan jumlah BTM (yang dinyatakan berdasarkan berat badan) yang dapat dicerna setiap harinya seumur hidup tanpa resiko yang cukup untuk kesehatan. "Tanpa risiko yang cukup" berarti berdasarkan pengetahuan saat ini, dalam seumur hidup terkena paparan BTM, tetap tidak akan mengalami gangguan kesehatan atau bahaya (EUFIC, 2016).

ADI = Dosis Tanpa Dampak/100
(Dosis tanpa dampak diperoleh adalah dari hasil penelitian.)

Postingan tentang ADI akan dibahas pada postingan berikutnya :)


Jadi itulah sekilas mengenai Bahan Tambahan Makanan atau BTM semoga dapat bermanfaat untuk kita semua.



------------------------------------------------------------------

REFERENSI
Buckle, K.A. et al. 2009. Ilmu Pangan. Jakarta: UI-Press.

Cahyadi, Wisnu. 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Dinas Kesehatan Kabupaten Sukoharjo. 2013. Bahan Tambahan Pangan (BTP) Yang Diperbolehkan Dan Yang Berbahaya. http://dkk.sukoharjokab.go.id/read/bahan-tambahan-pangan-btp-yang-diperbolehkan-dan-yang-berbahaya

Makfoeld, Djarir. 2002. Kamus istilah pangan dan nutrisi. Yogyakarta: Kanisius.

NHS Choices. 2013.  What are food additives and E numbers? http://www.nhs.uk/chq/pages/1125.aspx?categoryid=51&subcategoryid=166

Peraturan menteri Kesehatan RI no. 722/Menkes/Per/1988

Peraturan menteri Kesehatan RI no. 1168/Menkes/Per/X/1999

Saparinto, Cahyo dan Diana Hidayati. 2002. Bahan Tambahan Pangan. Yogyakarta: Kanisius.

Silalahi, Romayanti. 2011. Analisa Jenis Dan Kadar Pemanis Buatan Pada Permen Karet Yang Beredar Di Kota Medan Tahun 2010 (Skripsi). Medan: Universitas Sumatera Utara.

Yuliarti, Nurheti. 2007. Awas! Bahaya di balik Lezatnya Makanan. Yogyakarta: Penerbit ANDI.

Whitney, Ellie & Sharon Rady Rolfes. (2011). Understanding Nutrition, 12th Edition. USA: Thomson Learning, Inc.

http://www.eufic.org/article/en/rid/Q_As_on_Acceptable_Daily_Intakes_ADIs/

You Might Also Like

0 Leave comment