Menikmati Nasi Megono di Tengah Lautan Batik

14:45:00

Nasi Megono versi Komplit | © kitabmasakan.com

Pada suatu jumat sore setelah selesai bekerja, saya harus menerima kenyataan untuk tetap saya harus menerima kenyataan untuk tetap stay di kantor karena ada instruksi dari atasan. Perut saya yang keroncongan meminta saya untuk segera memasukkan makanan ke dalamnya. Maklum, sedari siang saya belum makan karena memang agak sulit untuk orang yang bekerja di bidang layanan seperti saya untuk meninggalkan pekerjaan, apalagi di hari jumat jelang weekend.

Tidak jauh dari tempat saya bekerja, yaitu di lantai dasar Thamrin City, terdapat satu toko yang menjual pakaian batik dan juga makanan, serta minuman. Toko itu dijaga oleh seorang ibu-ibu dan seorang pemudi. Saya berpikir mereka cukup cerdas menjual makanan sambil berdagang pakaian batik. Toh, kalaupun pakaian mereka tidak laku, mereka masih bisa mendapatkan penghasilan dari makanan dan minuman yang dijual, pun berlaku sebaliknya.

Tahu sendiri kan bagaimana kebiasaan belanja orang Indonesia? Biasanya lihat-lihat dulu, terus main ke toko sebelah sebelum akhirnya memutuskan. Ibu dan pemudi tadi dapat dikatakan cukup oportunis melihat peluang ini. Jadi, sambil orang lihat-lihat dagangan, mereka juga bisa sambil jajan, tanpa perlu beli makanan dan minuman dari luar atau food court terlebih dahulu.

Berbagai makanan yang dijual, di antaranya adalah gorengan bakwan, martabak tahu, permen, biskuit, nasi uduk, dan lain sebagainya. Namun, nasi uduk nyatanya bukanlah satu-satunya nasi yang dijual di toko tersebut, melainkan ada satu jenis nasi lagi yang menarik perhatian saya. Nasi itu adalah nasi megono khas Pekalongan. Nasi putih porsi kecil yang dicampur dengan cacahan nangka dan sedikit parutan kelapa. Cacahan nangka muda itu dicincang halus setelah melewati proses pemasakan dengan bumbu khas urap yang gurih.

Rasa penasaran saya akhirnya menuntun saya untuk membeli penganan tersebut yang harganya amat terjangkau, yaitu Rp. 4000,- saja. Dengan 2 buah gorengan berupa bakwan dan martabak tahu yang saya pilih untuk menemani sang nasi megono, secara sah, tanpa paksaan, saya pun memberikan total uang Rp. 8000,- kepada si ibu penjual nasi megono itu.

Sebagai orang yang besar dan lahir di Jakarta, saya tentunya lebih familiar dengan nasi goreng, nasi uduk, dan nasi kuning. Jadi, bagi saya yang jarang jalan-jalan ini, nasi megono masih terdengar asing. Tetibanya kembali di kantor, dengan agak tergesa-gesa, saya melucuti kertas pembungkus nasi megono itu. Mulut saya mulai mencicipinya dan ternyata rasanya enak! Rasa gurih dan manis bersatu membuat sensasi nikmat bersama dengan lembutnya nasi di mulut saya. Itu adalah nasi megono pertama yang saya cicipi dalam hidup saya.

Rasa penasaran saya berlanjut untuk mengetahui asal usul dari nasi megono itu melalui mbah Google. Ternyata, memang makanan yang dalam bahasa Jawa disebut “Sego Megono” ini, biasanya dapat ditemukan dan sangat familiar di daerah Kabupaten Pekalongan, Kota Pekalongan, Kabupaten Batang, sampai Kabupaten Pemalang. Jadi, bagi kalian yang suka mudik lebaran ke daerah-daerah tersebut atau melewati jalur Pantai Utara (Pantura) tak ada salahnya mencicipi penganan yang biasa disajikan bersama sambal terasi atau sambal tauco ini.

Hasil pencarian saya belum menemukan fakta yang benar-benar valid mengenai asal usul nasi megono. Ada beberapa spekulasi dan pendapat mengenai asal usul nasi megono ini, di antaranya ada yang mengatakan bahwa nasi megono sudah ada sejak Yogjakarta dan beberapa daerah di pulau Jawa masih dikuasai kerajaan Hindu-Budha. Biasanya dijadikan sesaji untuk acara upacara bekakak atau bahkan ada juga yang dilarung ke laut.

Ketika Islam masuk dan menguasai pulau Jawa, nasi megono mulai dijadikan sebagai kuliner khas masyarakat dalam acara makan bersama di masjid-masjid, seperti halnya di daerah Pekalongan sendiri, Yogyakarta, maupun daerah-daerah sekitar Jawa Tengah lainnya. Atau kalaupun tidak dimakan di tempat, biasanya bisa untuk dibawa pulang. Biasanya untuk acara buka puasa bersama, tahlilan, syukuran, dan lain sebagainya.

Ada juga yang berpendapat bahwa nasi megono yang sekarang umum dijual di masyarakat baru muncul di masa perjuangan kemerdekaan. Dengan semangat meraih kemerdekaan di tengah keterbatasan yang ada melawan penjajah, selain mereka yang sibuk bergerilya ada juga pihak yang berperan dalam hal logistik (makanan). Kala itu setiap kota hendak menyumbangkan makanan khas dan terbaiknya kepada para pejuang dan Pekalongan menyumbangkan penganan Sego Megono tersebut.


Penganan khas yang juga lazim menjadi menu sarapan murah meriah ini juga memiliki kandungan zat-zat gizi. Mari kita ambil ilustrasi dari apa yang saya makan pada jumat sore itu. Seporsi nasi kira-kira seberat 100 gram mengandung kalori sebesar 175 kalori (terdiri dari 4  gram Protein dan 40 gram Karbohidrat). Saya agak lupa berapa gram kira-kira cacahan nangka muda yang ada pada seporsi nasi megono yang saya makan, tetapi yang pasti bahwa 100 gram nangka muda mengandung 50 kalori (terdiri dari 10 gram karbohidrat, dan 3 gram protein).

Nangka, selayaknya jenis sayur/buah pada umumnya, selain mengandung serat juga mengandung beberapa jenis zat gizi mikro yang baik bagi tubuh, seperti halnya vitamin A, Vitamin B Kompleks, Vitamin C, dan Vitamin E. Vitamin yang paling dominan adalah vitamin B6 yang berfungsi untuk memperlancar jalannya metabolisme protein, glukosa, dan lipid (lemak); serta membantu sintesis hemoglobin. Vitamin C yang berfungsi menjaga daya tahan tubuh dan antioksidan juga menjadi vitamin yang dominan dalam buah nangka.

Mineral yang terkandung di antaranya adalah kalsium, zat besi, magnesium, kalium dan lain sebagainya. Kalium yang salah satu fungsinya mengurangi resiko hipertensi ini merupakan mineral yang cukup dominan dalam buah nangka.

Gorengan bakwan dan martabak tahu yang saya makan kurang lebih mengandung 200 kalori. Sebenarnya jika mau lebih sehat lagi, biasanya nasi megono juga dapat disajikan bersama mentimun sebagai sumber sayuran. Dan juga dapat membeli buah-buahan sebagai tambahan sumber serat pangan harian.

Nasi megono layaknya resep kuliner nusantara pada umumnya, dalam proses pembuatannya juga melibatkan bumbu-bumbu dan rempah-rempah, terutama dalam pembuatan urapan nangka mudanya. Contohnya adalah bawang putih, bawang merah, kencur, kemiri, lengkuas, daun jeruk purut, daun salam, dan ada juga yang menggunakan terasi. Dalam beberapa resep, nasi yang digunakan adalah nasi liwet yang diolah bersama batang serai dan daun salam.


Segala puji bagi Tuhan Penguasa Semesta Alam atas kekayaan kuliner yang telah dianugerahkan-Nya kepada bangsa Indonesia. Kepada siapapun yang menciptakan ide pembuatan nasi megono itu tentu saya juga sangat berterima kasih. Kehadiran nasi megono di sore itu membuat saya dapat menikmati jumat sore dengan nikmat di tengah lautan batik dan sayup-sayup pedagang yang masih semangat berteriak,”Batiknya silahkan! Boleh-boleh mau-mau??”



Nasi Megono Sederhana yang Saya Makan Sore Itu | © Katondio Bayumitra Wedya

You Might Also Like

0 Leave comment