HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point)
19:16:00Assalamuallaikum wr.wb., kawan-kawan semua. Pernah mendengar kata HACCP? Pada postingan kali ini, saya akan sharing apa itu HACCP. Pada semester ke-4 saya kuliah, saya dan teman-teman saya (thanks to them) menyusun makalah tentang HACCP dari berbagai sumber (umumnya dari bapak F.G. Winarno) dan baru-baru ini saya kembali membacanya lagi karena ada tuntutan tugas di semester 7 dan alangkah sayangnya jikalau saya tidak berbagi. Baiklah, tanpa panjang lebar lagi, selamat membaca!
A.
PENGERTIAN,
KONSEP, DAN PRINSIP HACCP
HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point)
adalah suatu sistem jaminan mutu yang berdasarkan kepada kesadaran bahwa hazard (bahaya) dapat timbul pada
berbagai titik atau tahap produksi tertentu, tetapi dapat dilakukan
pengendaliannya untuk mengontrol bahaya bahaya tersebut. Kunci utama HACCP
adalah antisipasi bahaya dan identifikasi titik pengawasan yang mengutamakan
kepada tindakan pencegahan, daripada mengandalkan kepada pengujian produk akhir
(Winarno, 2004). HACCP adalah suatu sistem dengan pendekatan sistematik untuk
mengidentifikasi dan mengakses bahaya-bahaya dan risiko-risiko yang berkaitan
dengan pembuatan, distribusi dan penggunaan produk pangan. Sistem ini
bertanggung jawab untuk menentukan aspek-aspek kritis dalam memperoleh keamanan
makanan selama proses di pabrik.
HACCP memberikan kesempatan pada pabrik
makanan untuk meningkatkan efisiensi pengontrolan dengan menciptakan
kedisiplinan pendekatan sistematik
terhadap prosedur untuk keamanan pangan (Mortimore dan Wallace, 1995).
HACCP (Hazard Analysis and Critical
Control Point) merupakan suatu sistem yang mengidentifikasi, mengevaluasi
dan mengontrol setiap tahapan proses yang rawan terhadap risiko bahaya
signifikan yang terkait dengan ketidakamanan pangan (Codex Alimentarius Commission, 2001). Sistem HACCP ini
dikembangkan atas dasar identifikasi titik pengendalian kritis (Critical Control Point) dalam
tahap pengolahan dimana kegagalan dapat menyebabkan risiko bahaya (Wiryanti dan
Witjaksono, 2001).
Sistem HACCP bukan merupakan sistem jaminan keamanan pangan yang zero-risk atau tanpa risiko, tetapi dirancang untuk meminimumkan risiko bahaya keamanan pangan. Sistem HACCP juga dianggap sebagai alat manajemen yang digunakan untuk memproteksi rantai pasokan pangan dan proses produksi terhadap kontaminasi bahaya-bahaya mikrobiologis, kimia dan fisik. Para pakar ilmu pangan berpendapat bahwa HACCP memberikan elemen-elemen penting dalam sistem manajemen keamanan maupun GMP (Good Manufacturing Process) secara sistematis dan mudah diterapkan (Winarno, 2004). HACCP melihat mulai dari proses produksi/produk dari awal hingga akhir; menetapkan dimana bahaya mungkin dapat timbul; pengendalian dan monitoring; tuliskan hal tersebut dengan melakukan rekaman kegiatan, serta usahakan berjalan secara kontinyu dan efektif.
Karakteristik khas
HACCP sebagai manajemen keamanan pangan, yaitu (Winarno, 2004):
- Pendekatan Sistematik
- Pendekatan Sistematik
- Proaktif
- Team Effort
- Teknik common sense
- Sistem hidup dan dinamik
Ada tiga pendekatan
penting dalam pengawasan mutu pangan (Winarno, 2004):
- Food Safety/Keamanan Pangan
- Wholesomeness/Kebersihan
Merupakan
karakteristik-karakteristik produk atau proses dalam kaitannya dengan
kontaminasi produk atau fasilitas sanitasi dan higiene.
- Economic Fraud/Pemalsuan
Adalah
tindakan-tindakan yang illegal atau penyelewengan yang dapat merugikan pembeli.
Tindakan ini mencakup diantaranya pemalsuan species (bahan baku), penggunaan
bahan tambahan yang berlebihan, berat tidak sesuai dengan label, overglazing
dan jumlah komponen yang kurang seperti yang tertera dalam kemasan.
B.
7
PRINSIP HACCP
Prinsip
1:
Mengidentifikasi potensi bahaya yang berhubungan dengan produksi pangan pada
semua tahapan, mulai dari usaha tani, penanganan, pengolahan di pabrik dan
distribusi, sampai kepada titik produk pangan dikonsumsi. Peningkatan kemungkinan terjadinya bahaya dan
menentukan tindakan pencegahan, untuk pengendaliannya.
Prinsip
2: Menentukan titik atau tahap
prosedur operasional yang dapat dikendalikan untuk menghilangkan bahaya atau
mengurangi kemungkinan terjadi bahaya tersebut. CCP (Critical Control Point)
berarti setiap tahapan di dalan produksi pangan dan /atau pabrik yang meliputi
sejak bahan baku yang diterima, dan/atau diproduksi, panen, diangkut,
formulasi, diolah, disimpan dan lain sebagainya.
Prinsip
3:
Menetapkan batas kritis yang harus dicapai untuk menjamin bahwa CCP berada
dalam kendali.
Prinsip
4:
Menetapkan sistem pemantauan pengendalian (monitoring) dari CCP dengan cara
pengujian atau pengamatan.
Prinsip
5:
Menetapkan tindakan perbaikan yang dilaksanakan jika hasil pemantauan
menunjukkan bahwa CCP tertentu tidak terkendali.
Prinsip
6:
Menetapkan prosedur verifikasi yang mencakup dari pengujian tambahan dan
prosedur penyesuaian yang menyatakan bahwa sistem HACCP berjalan efektif.
Prinsip
7:
Mengembangkan dokumentasi mengenai semua prosedur dan pencatatan yang tepat
untuk prinsip-prinsip ini dan penerapannya.
Konsep HACCP menurut
CAC terdiri dari 12 langkah, dimana 7 prinsip HACCP tercakup pula di dalamnya.
CAC sendiri merupakan organisasi yang dibentuk oleh FAO/WHO untuk menangani
standar bidang pangan dan dibentuk dengan tujuan untuk melindungi kesehatan
konsumen serta menjamin perdagangan pangan yang adil dan jujur.
Indonesia mengadopsi
sistem HACCP versi CAC tersebut dan menuangkannya dalam acuan SNI 01-4852-1998
tentang Sistem Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik-Titik Kritis (HACCP)
serta pedoman penerapannya yaitu Pedoman BSN 1004/1999.
Prinsip HACCP
C.
GOOD MANUFACTURING PRACTICES
GMP (Good Manufacturing Practices) merupakan
suatu pedoman bagi industry pangan, bagaimana cara berproduksi makanan dan
minuman yang baik. GMP merupakan prasyarat utama sebelum suatu institusi pangan
dapat memperoleh sertifikat sistem HACCP (Hazard
Analysis and Critical Control Points).
GMP sudah menjadi pedoman yang dikenal baik oleh sebagian besar negara di dunia, khususnya bagi industry-institusi pangan di Indonesia, melalui keputusan Menteri Kesehatan Nomor 23/Men.Kes/SK 1978. GMP telah dijadikan pedoman penuntun bagi produsen makanan dan minuman dengan tujuan untuk meningkatkan mutu hasil produksinya, dan dengan demikian masyarakat dapat dilindungi keselamatan dan kesehatannya terhadap produksi dan peredaran makanan yang telah memenuhi syarat.
D.
KAITAN
GMP DENGAN SISTEM HACCP DAN SSOP
Agar sistem HACCP dapat
berfungsi dengan baik dan efektif, perlu diawali dengan pemenuhan program Pre-requisite (persyaratan dasar), yang
berfungsi melandasi kondisi lingkungan dan pelaksanaan tugas serta kegiatan
lain dalam institusi pangan. Peran GMP dalam menjaga keamanan pangan selaras
dengan Pre-requisite penerapan HACCP.
Pre-requisite merupakan prosedur umum
yang berkaitandengan persyaratan dasar suatu operasi bisnis pangan untuk
mencegah kontaminasi akibat suatu operasi produksi atau penanganan pangan.
Deskripsi dari pre-requisite ini
sangat mirip dengan diskripsi GMP yang menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan
operasi sanitasi dan higiene pangan suatu proses produksi atau penanganan
pangan.
Secara umum perbedaan antara GMP dan SSOP (Standard Sanitation Operating Prosedure) adalah GMP secara luas terfokus dan pada aspek operasi pelaksanaantugas dalam pabriknya sendiri serta operasi personel. Sedang SSOP merupakanprosedur yang digunakan oleh institusi untuk membantu mencapai tujuan atau sasarankeseluruhan yang diharapkan GMP dalam memproduksi pangan yang bermutu tinggi, aman, dan tertib.
E.
ANALISIS
BAHAYA
Bahaya dapat
dikelompokkan menjadi 3 jenis, yaitu bahaya biologis (bakteri, fungi, virus,
parasit, protozoa, cacing, dan ganggang) yang dapat dipengaruhi oleh faktor
intrinsik, seperti pH, kadar air/aktivitas air (aw), nutrient, senyawa
antimikroba, struktur biologis, dll. Kedua adalah faktor ekstrinsik, seperti
suhu, kelembaban, gas (karbon dioksida, ozon, sulfur dioksida), dan lain-lain.
Bahaya kimia (deterjen, residu pestisida, allergen, logam beracun, nitrit,
nitrat, senyawa N-nitroso, PCBs, migrasi bahan pengemas, residu antibiotika dan
hormone, aditif kimia, filotoksi-sianida, estrogen, zootoksin). Dan yang
terakhir adalah bahaya fisik (serangga, beling, logam, batu, ranting, daun,
perhiasan).
Untuk pencantuman di
dalam daftar, bahaya harus bersifat jelas sehingga untuk menghilangkan atau
menguranginya sampai pada tingkat yang dapat diterima adalah penting dalam
produksi pangan yang aman. Selama analisis bahaya terhadap rangkaian operasi di
dalam rancangan penerapan sistem HACCP, perhatian harus diberikan kepada
pengaruh bahan baku, bahan tambahan, pedoman pengolahan pangan, peranan proses
dalam pabrik untuk mengendalikan bahaya, kemungkinan penggunaan dari produk
akhir, risiko pada masyarakat konsumen dan konsumen dan bukti wabah dalam
kaitannya dengan keamanan pangan.
Dalam analisis bahaya
seharusnya mencakup:
·
Kemungkinan terjadinya bahaya dan
tingkat pengaruhnya terhadap kesehatan,
·
Evaluasi kualitatif dan atau kuantitatif
dari bahaya,
·
Ketahanan hidup atau perkembangan bahaya
potensial mikroorganisme,
·
Produksi atau keberadaan toksin, bahan
kimia atau fisik dalam makanan,
·
Kondisi yang mempunyai tendensi menuju
terjadinya bahaya.
Tingkat risiko (risk)
juga dikelompokkan menjadi 3 tingkatan berdasarkan pengaruh bahaya yang
terjadi terhadap kesehatan konsumen, yaitu:
1.
Low risk, yaitu
jika kasus dapat terjadi kurang dari 3 kali dalam kurun waktu setahun.
2.
Medium risk, yaitu
jika bahaya dapat terjadi 3 – 5 kali dalam kurun waktu setahun,
3.
High risk, yaitu
jika bahaya dapat terjadi lebih dari 5 kali dalam kurun waktu setahun atau
kemungkinan terjadinya setiap bulan.
Selain itu, tingkat
risiko juga dapat dikategorikan seperti berikut:
Produk-produk kategori
I (risiko tinggi)
|
|
i
|
Produk-produk yang
mengandung ikan, telur, sayur, serealia, dan/atau berkomposisi susu yang
perlu direfrigerasi
|
ii
|
Daging segar, ikan
mentah, dan produk-produk olahan susu
|
iii
|
Produk-produk dengan
nilai ph 4,6 atau lebih yang disterilisasi dalam wadah yang ditutup secara
hermetic
|
Produk-produk kategori
II (risiko sedang)
|
|
i
|
Produk-produk kering
atau beku yang mengandung ikan, daging, telur, sayuran, atau serealia atau
yang berkomposisi/penggantinya dan produk lain yang tidak termasuk dalam
regulasi higiene pangan
|
ii
|
Sandwich dan kue pie
daging untuk konsumsi segar
|
iii
|
Produk-produk berbasis
lemak misalnya coklat, margarin, spreads, mayones, dan dressing
|
Poduk-produk kategori
III (risiko rendah)
|
|
i
|
Produk asam (nilai ph
<4 acar="" asam="" buah-buahan="" buah="" dan="" konsentrat="" minuman="" sari="" seperti="" span="">4>
|
ii
|
Sayuran mentah yang
tidak diolah dan tidak dikemas
|
iii
|
Selai, marinade, dan
conserves
|
iv
|
Produk-produk
konfeksionari berbasis gula
|
v
|
Minyak dan lemak makan
|
Tingkat keparahan (severity)
juga dikelompokkan menjadi 3 tingkatan berdasarkan pengaruh bahaya yang
terjadi terhadap kesehatan konsumen, yaitu:
1. Low
severity, yaitu jika bahaya mengakibatkan gangguan kesehatan
yang ringan atau dapat ditangani sendiri hingga pulih.
2. Medium
severity, yaitu jika bahaya mengakibatkan gangguan kesehatan
yang cukup berat sehingga membutuhkan penanganan khusus (rawat inap) di rumah
sakit.
3. High severity, yaitu jika bahaya mengancam jiwa manusia atau
mengakibatkan kematian setelah mengkonsumsi produk.
Keakutan tinggi
|
Keakutan sedang
|
Keakutan rendah
|
Salmonella enteritidis
|
Listeria monocytogenes
|
Bacillus cereus
|
Eschericia coli
|
Salmonella spp, Shigella spp
|
Taenia saginata
|
Salmonella typhi: paratyphi A, B
|
Campylobacter jejuni
|
Clostridium perfringens
|
Trichinella spiralis
|
Enterovirulen Escherichia coli (EEC)
|
Stapphylococcus aureus
|
Brucella melitensis, B. suis
|
Streptococcus pyogenes
|
|
Vibrio cholerae 01
|
Rotavirus. Norwalk virus group, SRV
|
|
Vibrio vulnificus
|
Yersinia enterocolitica
|
|
Taenia solium
|
Entamoeba histolytica
|
|
Clostridium botulinum tipe A, B, E dan F
|
Diphyllobothrium latum
|
|
Shigella dysenteriae
|
Ascaris lumbricoides
|
|
Cryptosporidium parvum
|
||
Hepatitis A dan E. Aeromonas spp.
|
||
Brucella abortus. Giardia lamblia
|
||
Plesiomonas shigelloides
|
||
Vibrio parahaemolyticus
|
Untuk
menentukan tingkat signifikansi bahaya, dapat menggunakan matriks analisis
signifikansi bahaya atau tabel penentuan signifikansi bahaya.
Risiko tinggi (1.000)
Keakutan rendah (10)
RxK = (10.000)
Signifikansi sedang (S)
|
Risiko tinggi (1.000)
Keakutan sedang (100)
RxK = (100.000)
Signifikansi tinggi (S)
|
Risiko tinggi (1.000)
Keakutan tinggi (1.000)
RxK = 1.000.000
Signifikansi tinggi (S)
|
Risiko Sedang (100)
Keakutan rendah (10)
RxK = 1.000
Signifikansi rendah (TS)
|
Risiko Sedang (100)
Keakutan sedang (100)
RxK = 10.000
Signifikansi sedang (S)
|
Risiko Sedang (100)
Keakutan tinggi (1.000)
RxK = 100.000
Signifikansi tinggi (S)
|
Risiko Rendah (10)
Keakutan rendah (10)
RxK = 100
Signifikansi rendah (TS)
|
Risiko Rendah (10)
Keakutan sedang (100)
RxK = 1.000
Signifikansi rendah (TS)
|
Risiko Rendah (10)
Keakutan tinggi (1.000)
RxK = 10.000
Signifikansi sedang (S)
|
Risiko : Low (L), Medium (M), High (H)
Tingkat keparahan : Low (L), Medium (M), High (H)
Signifikan : Tidak signifikan (TS), Signifikan (S)
Keterangan: bahaya yang termasuk signifikansi tinggi bisa langsung digunakan untuk penerapannya pada penetapan CCP pada diagram pohon keputusan titik kritis.
Penerapan program kelayakan dasar di perusahaan/unit pengolahan sering mengalami kendala-kendala teknis, sehingga melahirkan berbagai penyimpangan, baik terhadap operasi sanitasi, keamanan pangan, keutuhan dan keterpaduan ekonomi, maupun penyimpangan lainnya. Bentuk-bentuk penyimpangan dalam kelayakan dasar menurut Ditjen Perikanan (1999) meliputi:
a. Penyimpangan minor (minor deficiency)
Kegagalan sebagian dari sistem HACCP dalam hal operasi sanitasi tetapi persyaratan sanitasi masih dapat dipenuhi.
b. Penyimpangan mayor (major deficiency)
Penyimpangan yang mencolok dari seharusnya, misalnya dalam hal keamanan pangan, keutuhan dan keterpaduan ekonomis.
c. Penyimpangan serius (serious deficiency)
Penyimpangan yang sangat mencolok dari yang diharuskan misalnya tentang keamanan produk, keutuhan dan keterpaduan ekonomi dan jika ini berlangsung terus akan menghasilkan produk yang tidak aman, tidak utuh dan salah label.
d. Penyimpangan kritis (critical deficiency)
Suatu penyimpangan dari yang diharuskan seperti tidak adanya keamanan pangan, keutuhan dan keterpaduan ekonomi sehingga menghasilkan ketidakutuhan dan kekeliruan label produk.
Untuk menentukan tingkat (rating) kelayakan unit pengolahan berdasarkan penyimpangan yang ada digunakan daftar seperti Tabel berikut:
A. CRITICAL
CONTROL POINT
CCP adalah kunci
untuk mengeliminasi hazards yang sudah
diidentifikasi. CCP (Critical Control Point)
atau titik-titik kritis pengawasan didefinisikan sebagai setiap tahap di dalam
proses dimana apabila tidak terawasi dengan baik, kemungkinan dapat menimbulkan
tidak amannya pangan, kerusakan dan risiko kerugian ekonomi. CCP ini
dideterminasikan setelah diagram alir yang sudah teridentifikasi potensi hazard pada setiap tahap produksi dan
tindakan pencegahannya (Winarno, 2004).
CCP dapat
diidentifikasi dengan menggunakan pengetahuan tentang proses produksi dan semua
potensi bahaya dan signifikasi bahaya dari analisis bahaya serta tindakan
pencegahan yang ditetapkan. Namun, penetapan lokasi CCP hanya dengan keputusan
dari analisis signifikansi bahaya dapat menghasilkan CCP yang lebih banyak dari
yang seharusnya diperlukan. Sebaliknya juga sering terjadi negosiasi deviasi
yang menyebabkan terlalu sedikitnya CCP yang justru dapat membahayakan keamanan
pangan (Winarno, 2004).
Untuk membantu menemukan dimana seharusnya CCP yang benar, Codex Alimentarius Commission GL/32 1998, telah memberikan pedoman berupa Diagram Pohon Keputusan CCP. Diagram pohon keputusan adalah seri pertanyaan logis yang menanyakan setiap bahaya. Jawaban dari setiap pertanyaan akan memfasilitasi dan membawa tim HACCP secara logis memutuskan apakah CCP atau bukan (Winarno, 2004).
Pohon Keputusan CCP
P1 :
Apakah ada tindakan pencegahan?
P2 :
Apakah tahapan dirancang spesifik untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya
yang mungkin terjadi sampai level yang dapat diterima?
P3: Dapatkah
kontaminasi dengan bahaya yang diidentifikasi terjadi melebihi tingkatan yang
dapat diterima atau dapatkah ini meningkat sampai tingkatan yang tidak dapat
diterima?
P4:
Akankah tahapan berikutnya menghilangkan atau mengurangi bahaya yang teridentifikasi
sampai level yang dapat diterima?
A.
CRITICAL LIMIT
CL (Critical Limit) merupakan batas-batas
kritis pada CCP yang ditetapkan berdasarkan referensi dan standar teknis serta
obesrvasi unit produksi. Batas kritis ini tidak boleh terlampaui, karena batas-batas
kritis ini sudah merupakan toleransi yang menjamin bahwa bahaya dapat dikontrol
(Winarno, 2004).
Batas kritis harus
ditentukan untuk setiap CCP, dalam beberapa kasus lebih dari satu batas kritis
akan diperinci pada suatu tahap tertentu. Batas kritis menunjukkan perbedaan
antara produk yang aman dan tidak aman sehingga proses produksi dapat dikelola
dalam tingkat yang aman. Batas kritis ini harus tidak boleh dilanggar untuk
menjamin bahwa CCP secara efektif mengendalikan bahaya mikrobiologis, kimia dan
fisik (Winarno, 2004).
Batas kritis harus
mudah diidentifikasi dan dijaga oleh operator proses produksi, sehingga perlu
diusahakan dalam bentuk batas-batas kritis fisik, dan jika tidak memungkinkan
baru mengarah pada kimia atau mikrobiologi (Winarno, 2004).
B.
MONITORING CRITICAL CONTROL POINT
Monitoring CCP merupakn
kegiatan pengujian dan pengamatan terencana dan terjadwal terhadap efektivitas
proses pengendalian CCP dan critical
limit. Monitoring ditujukan untuk
memeriksa apakah prosedur pengolahan dan penanganan pada CCP terkendali, efektf
dan terencana untuk memperhtahankan keamanan produk. Monitoring dapat dilakukan dengan cara observasi atau dengan
pengukuran pada contoh yang diambil berdasarkan statistik pengambilan contoh.
Terdapat lima cara monitoring CCP, yaitu observasi visual, evaluasi sensorik,
pengujian fisik, pengujian kimia dan pengujian mikrobiologi.
C.
TINDAKAN
KOREKSI
Tindakan koreksi
merupakan tindakan yang dilakukan jika terjadi penyimpangan terhadap batas
kritis suatu CCP. Tindakan koreksi bergantung kepada CCP itu sendiri, yang
paling parah mungkin dapat berupa penghentian produksi sebelum semua
penyimpangan dikoreksi.
D.
VERIFIKASI
Verifikasi merupakan
suatu metode atau uji yang digunakan untuk menentukan bahwa sistem HACCP yang
dibuat telah sesuai, semua bahaya telah teridentifikasi, semua CCP telah
memiliki critical limit dan juga memiliki tindakan koreksi yang tepat.
E.
DOKUMENTASI
Pendataan secara
tertulis seluruh program HACCP sehingga program tersebut dapat diperiksa ulang
atua dimodifikasi sesuai dengan perkembangan. Dokumen berupa CCP, critical limit, tindakan koreksi,
verifikasi, dan lainnya.
F.
CARA
MEMPEROLEH SERTIFIKASI HACCP
Prasyarat untuk
dapat mengajukan sertifikasi HACCP adalah:
·
Memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan
(SIUP)
·
Memiliki SKP hasil pembinaan tentang
HACCP
·
Sudah memiliki sistem HACCP dan
menerapkannya secara konsisten
Setelah memenuhi prasyarat, maka institusi dapat mendapatkan sertifikasi HACCP dengan prosedur sebagai berikut:
DAFTAR
PUSTAKA
BSN. 2008.
http://www.bsn.or.id/news_detail.php?news_id=434 diakses tanggal 13 Mei
2013
FAO. 2001. Manual On The Application Of The
HACCP System.
Mortimore, Sara and Carol Wallace. 1995. HACCP: A Practical Approach. USA:
Blackwell.
S., Susiwi. 2009. "GMP (Good Manufacturing Practices): Cara
Pengolahan Pangan yang Baik."
file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND.../SUSIWI-29)._GMP.pdf diakses tanggal
1 Juni 2013
Schmidt, Ronald H. and Rodrick, Gary E. 2003. Food Safety Book. New Jersey: John
Wiley and Sons.
Winarno, F.G. 2004. HACCP dan Penerapannya dalam
Industri Pangan. Bogor: M-Brio Press.
2 Leave comment