Mengenal Anoreksia, Bulimia, dan Perilaku Makan Menyimpang Lainnya
10:00:00
Gambar: healthliving.today
Perilaku
Makan Menyimpang atau Eating Disorder adalah
gangguan yang dapat menyebabkan gangguan serius terhadap pola makan
sehari-hari, seperti makan dalam porsi yang sangat sedikit atau makan dalam
jumlah yang sangat banyak. Penderita Perilaku Makan Menyimpang dapat makan dalam
jumlah lebih sedikit atau lebih banyak, tetapi pada beberapa poin, mereka
terdorong untuk makan lebih sedikit atau lebih banyak di luar batas/tak
terkendali. Kekhawatiran berlebih pada berat atau bentuk tubuh, atau usaha
ekstrem untuk mengatur berat badan dan asupan makan, dapat menjadi
karakteristik dari Perilaku Makan Menyimpang.
Perilaku Makan Menyimpang
terjadi pada laki-laki, maupun perempuan, walaupun rata-rata kasus pada
perempuan 2½ kali lebih besar dibandingkan pada laki-laki. Perilaku Makan
Menyimpang lebih sering terjadi pada remaja dan dewasa muda, walau juga dapat
terjadi pada anak-anak dan lanjut usia (NIMH, 2014).
Perilaku Makan Menyimpang
adalah sekumpulan kondisi yang dikarakteristikan oleh kekhawatiran patologis
terhadap terhadap bentuk dan berat badan. Perilaku Makan Menyimpang mencakup
gangguan yang menetap dalam perilaku makan atau perilaku lainnya yang ditujukan
untuk mengontrol berat badan. Perilaku ini berdampak pada kesehatan fisik dan
fungsi psikososial. Perilaku Makan Menyimpang merupakan masalah utama dari
kebiasaan makan abnormal (Smolin dan Grosvenor, 2011).
Perilaku Makan Menyimpang
adalah perubahan besar pada pola makan yang berhubungan dengan perubahan
fisiologi. Perubahan dihubungkan dengan pembatasan makan, binge eating,
memuntahkan makan, dan fluktuasi pada berat badan. Perilaku Makan Menyimpang
juga dikaitkan dengan sejumlah perubahan emosi dan kognitif yang berdampak pada
cara seseorang mempersepsikan dan merasakan tubuhnya (Wardlaw and Hampl, 2007).
Kekhawatiran dan penyimpangan makan, secara umum, dikaitkan dengan
ketidakpuasan seseorang terhadap bentuk tubuhnya, hingga mengalami perilaku
makan menyimpang serius, seperti anoreksia nervosa, bulimia nervosa, dan
binge-eating disorder (Brown, 2011).
Tipe
Perilaku Makan Menyimpang:
1.
Anoreksia Nervosa: perilaku makan penyimpang yang memiliki karakteristik penurunan
berat badan ekstrem, persepsi tubuh buruk, dan ketakutan irasional terhadap
kenaikan berat badan dan obesitas (Brown, 2011; APA, 2013).
- Restricting type: Selama 3
bulan, seseorang tidak dalam pengulangan episode binge eating atau purging
behavior (contoh: memuntahkan makanan sendiri, penggunaan laksatif,
diuretik, atau enema). Usaha penurunan berat badan lebih mengutamakan cara
diet, puasa, dan olahraga berat/berlebihan.
- Binge-eating/purging type: Selama 3
bulan, seseorang tidak dalam pengulangan episode binge eating atau purging
behavior (contoh: memuntahkan makanan sendiri, penggunaan laksatif,
diuretik, atau enema).
2.
Bulimia Nervosa: penyimpangan yang memiliki karakteristik dengan pengulangan
gangguan tak terkendali, makan dengan cepat dalam jumlah banyak (binge eating) diikuti dengan memuntahkan
sendiri makanan yang dimakan, penggunaan laksatif atau pencahar, puasa, atau
olahraga berlebihan guna mencegah peningkatan berat badan (Brown, 2011; APA,
2013).
3.
Binge-Eating Disorder: perilaku makan menyimpang yang didefinisikan sebagai episode
makan dalam jumlah banyak, dalam periode waktu yang singkat, dibandingkan
dengan kebanyakan orang dalam keadaan yang sama, dan episode-nya ditandai
dengan perasaan kehilangan kontrol. Seseorang dengan binge eating disorder
dapat makan dengan cepat, bahkan ketika dia tidak lapar. Penderita dapat merasa
bersalah, malu, atau tidak nyaman dan melakukan perilaku binge eating dalam
keadaan sendirian guna menyembunyikan perilakunya. Seseorang baru dapat
dimasukkan dalam kategori ini jika frekuensi binge eating-nya minimal sekali
dalam seminggu dalam waktu 3 bulan (APA, 2013).
4. EDNOS:
kategori perilaku makan menyimpang yang berlaku untuk mempresentasikan gejala
dari perilaku makan menyimpang yang dapat menyebabkan gangguan sosial,
pekerjaan dan gangguan lainnya, tetapi tidak secara lengkap memenuhi kriteria
dari salah satu gangguan makan yang telah dijabarkan (APA, 2013). Perilaku
anoreksik dan diet tidak sehat lainnya yang frekuensi dan intensitasnya tidak
cukup untuk memenuhi kriteria formal dari perilaku makan menyimpang yang telah
dijabarkan (Brown, 2011).
Kriteria
Anoreksia Nervosa, menurut APA (2013):
A. Pembatasan asupan energi
yang mengarahkan pada berat badan kurang secara signifikan dalam konteks usia,
jenis kelamin, perkembangan dan kesehatan fisik. Berat badan kurang yang
dimaksud adalah berat badan yang dianggap kurang dari berat badan normal yang
diekspektasikan untuk anak-anak dan remaja.
B. Ketakutan yang intens
terhadap kenaikan berat badan atau menjadi gemuk, atau perilaku menetap yang
dimaksudkan untuk mencegah kenaikan berat badan, walaupun secara signifikan
sudah memiliki berat badan kurang.
C. Memiliki gangguan dalam
cara memandang berat atau bentuk badan diri sendiri, mendapat pengaruh dari
berat atau bentuk badan pada evaluasi pribadi, atau menolak dikatakan memiliki
berat badan rendah tingkat serius.
Kriteria Bulimia Nervosa, menurut APA (2013):
A. Pengulangan episode
binge eating yang diikuti oleh:
- Makan
dalam periode waktu tertentu (contoh: makan dalam waktu 2 jam sekali),
dengan jumlah makanan lebih banyak dari orang pada umumnya selama periode
waktu yang sama, maupun berbeda.
- Merasa
kehilangan kendali terhadap makan berlebihan pada episode binge eating
(contoh: perasaan tidak dapat menghentikan atau mengontrol berapa porsi
yang dimakan).
B. Pengulangan perilaku
kompensasi yang tidak tepat guna mencegah kenaikan berat badan, seperti
memuntahkan sendiri makanan yang dimakan; penggunaan laksatif, pencahar, atau
obat-obatan lain; puasa; atau olahraga berlebihan.
C. Baik binge eating, ataupun perilaku
kompensasi yang tidak tepat, rata-rata atau minimal terjadi selama sekali
seminggu selama 3 bulan.
D. Evaluasi diri yang
dilakukan sangatlah dipengaruhi oleh bentuk tubuh dan berat badan.
E. Gangguan tidak terjadi
secara eksklusif selama episode Anoreksia Nervosa.
Kriteria Binge-Eating Disorder, menurut APA
(2013):
A. Pengulangan episode binge eating yang diikuti oleh:
- Makan
dalam periode waktu tertentu (contoh: makan dalam waktu 2 jam sekali),
dengan jumlah makanan lebih banyak dari orang pada umumnya selama periode
waktu yang sama, maupun berbeda.
- Merasa
kehilangan kendali terhadap makan berlebihan pada waktu/episode tertentu
(contoh: perasaan tidak dapat menghentikan atau mengontrol berapa porsi
yang dimakan).
B. Episode binge eating diindikasikan oleh adanya 3 dari 5 kriteria
berikut:
- Makan
dengan cepat (lebih cepat dari biasanya)
- Makan
hingga perut terasa penuh dan tidak nyaman
- Makan
banyak, walau tidak merasa lapar
- Memilih
makan sendirian karena memiliki perasaan malu terhadap jumlah makanan yang
dimakannya
- Merasa
bersalah/depresi/jijik terhadap dirinya sendiri
C. Pengulangan episode
binge eating minimal sekali dalam seminggu selama 3 bulan.
D. Merasa sangat kecewa
terhadap dirinya sendiri karena tidak mampu mengendalikan porsi makan.
E. Tidak diikuti oleh
perilaku kompensasi yang tidak tepat, sebagaimana yang terjadi pada penderita
Bulimia Nervosa dan gangguan tidak terjadi secara eksklusif selama episode
Anoreksia Nervosa dan Bulimia Nervosa.
Kriteria EDNOS, menurut APA (2013):
A. Anoreksia Nervosa
Atipikal: memenuhi semua kriteria anoreksia nervosa, tetapi berat badan masih
dalam kategori atau di atas normal walau terjadi penurunan berat badan yang
signifikan.
B. Bulimia Nervosa
(frekuensi rendah dan/atau durasi terbatas): memenuhi semua kriteria bulimia nervosa,
tetapi episode binge eating dan perilaku kompensasi terjadi tidak sesuai
rata-rata, yaitu kurang dari satu kali seminggu atau kurang dari 3 bulan.
C. Binge-Eating Disorder (frekuensi rendah dan/atau durasi terbatas):
memenuhi semua kriteria binge eating disorder, tetapi episode binge eating
terjadi tidak sesuai rata-rata, yaitu kurang dari satu kali seminggu atau
kurang dari 3 bulan.
D. Purging Disorder: adanya perilaku memuntahkan makanan sendiri yang
berulang untuk menurunkan berat badan (misalnya muntah yang dipaksa,
penyalahgunaan obat pencahar, diuretik, atau obat lainnya) tanpa adanya episode
binge eating.
E. Sindrom Makan Malam
Hari: adanya episode yang berulang pada sindrom makan malam, seperti makan
setelah bangun tidur atau konsumsi makan yang berlebihan setelah jam makan
malam. Adanya kesadaran dan ingatan dalam melakukan kegiatan makan tersebut.
Semua perilaku makan
menyimpang memiliki dampak merugikan bagi pertumbuhan, kesehatan fisik, dan
perkembangan psikososial (Brown, 2011). Dampak dari Perilaku Makan Menyimpang
Secara Umum dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan fisik yang terjadi
secara drastis pada masa remaja, seperti penambahan massa otot, massa tulang,
dan lemak tubuh selama pubertas remaja, akan meningkatkan kebutuhan zat gizi
(energi, protein, vitamin, dan mineral) mereka. Kecukupan energi dan zat gizi
remaja berhubungan dengan tingkat kematangan fisik yang telah dicapai (Brown,
2011).
Namun, ternyata pada masa
remaja, seseorang menjadi lebih rentan mengalami perilaku makan menyimpang.
Perilaku makan menyimpang dapat menghambat asupan energi dan zat gizi secara
adekuat. Jika asupan energi dan zat gizi terhambat, maka pertumbuhan dan
perkembangan fisik selama masa remaja tidak akan optimal. Organ-organ juga dapat
mengecil karena kekurangan zat gizi dan tidak dapat berfungsi secara esensial
(Smolin dan Grossvenor, 2011).
A. Dampak
kesehatan yang ditimbulkan Anoreksia Nervosa:
1. Dampak
paling jelas dari anoreksia terhadap fisik dan gizi adalah penurunan berat
badan yang sangat drastis akibat dari asupan energi yang sangatlah rendah
(Smolin dan Grossvenor, 2011).
2. Kehilangan
berat badan, dapat diikuti dengan kehilangan (penipisan) lemak tubuh. Hal ini
dikarenakan oleh ketidaktersediaan karbohidrat yang cukup untuk menjaga kadar
gula darah, dapat menyebabkan lemak tidak dapat dipecah secara sempurna.
Hasilnya, terbentuklah keton, yang digunakan sebagai sumber energi berbagai
jaringan tubuh (Smolin dan Grossvenor, 2011). Jika proses pembentukan dan
penggunaan keton berlangsung terus menerus, maka lemak tubuh jelas akan
berkurang karena keton berasal dari lemak.
3. Tingkat
keadekuatan glukosa dalam darah juga dipertahankan tubuh dengan cara
menstimulasi asam amino menjadi glukosa. Proses ini dapat memecah protein dan
menghilangkan air dari ruang-ruang di antara sel, dan akhirnya menyebabkan
ketidakseimbangan elektrolit, pengurangan massa otot, sehingga otot mengecil,
dan pertumbuhan akan berjalan lambat (Smolin dan Grossvenor, 2011).
4. Penderita
anoreksia akan menjadi lemah, sulit berkonsentrasi, sulit tidur, dan juga
mengakibatkan metabolisme tubuh menjadi lambat. Metabolisme tubuh yang lambat
dan kekurangan lemak mengakibatkan penderita anoreksia mudah merasakan dingin
dan sakit ketika duduk (Smolin dan Grossvenor, 2011).
5. Hipotermia:
suhu tubuh di bawah normal (Lock dan Le Grange, 2005).
6. Hipotensi:
tekanan darah rendah yang memiliki hubungan atau dampak pada rasa dingin pada
tangan dan kaki akibat buruknya sirkulasi, denyut jantung meningkat,
berkeringat, kepala pusing, dan wajah pucat (Lock dan Le Grange, 2005).
7. Lanugo:
munculnya bulu halus yang menangkap udara, guna mengurangi panas yang hilang
akibat pengurangan lemak tubuh (Wardlaw dan Hampl, 2007).
8. Masalah
Pencernaan: melambatnya pengosongan lambung, dilatasi lambung, pengurangan
sensitivititas rasa kenyang (Lock dan Le Grange, 2005).
9. Perubahan
hormon yang terjadi pada penderita anoreksia adalah penurunan hormon estrogen
dan testosteron, yang akhirnya menyebabkan masalah pada siklus menstruasi
wanita (bahkan amenorrhea), juga penurunan fungsi dan rangsangan seksual, baik
pada pria atau wanita. Amenorrhea, penurunan berat badan dan massa lemak, dan
asupan yang rendah dari kalsium dan vitamin D dapat berkontribusi terhadap
memperlambat pembentukan sel tulang, peningkatan bone loss, dan memperbesar
resiko osteoporosis (Smolin dan Grossvenor, 2011; Wardlaw dan Hampl, 2007).
10.Kelaparan (starvation) yang terus berlangsung lama pada penderita
anoreksia dapat berakibat buruk pada organ-organ: detak jantung melambat,
penurunan tekanan darah, penurunan temperatur tubuh, melambatnya pergerakan
makanan ke saluran pencernaan, radang lambung, inflamasi pankreas, konstipasi,
mudah terserang penyakit infeksi karena berkurangnya sel darah putih (Smolin
dan Grossvenor, 2011; Wardlaw dan Hampl, 2007).
11.Kelaparan
(starvation) atau kekurangan asupan pada penderita anoreksia dapat
berkontribusi pada kematian yang disebabkan oleh gagal ginjal, cardiac arrest,
tekanan darah rendah tingkat berat, dan aritmia jantung (akibat level
elektrolit yang rendah, seperti potassium) (Kring et al., 2010).
12.Organ-organ
juga dapat mengecil karena kekurangan zat gizi dan tidak dapat berfungsi secara
esensial (Smolin dan Grossvenor, 2011).
B. Dampak
kesehatan yang ditimbulkan Bulimia Nervosa:
1. Dampak
kesehatan yang ditimbulkan bulimia nervosa adalah inflamasi pada saluran
pencernaan dan masalah jantung, seperti aritmia (Sarafino dan Smith, 2011).
2. Kegiatan
memuntahkan makanan sendiri dapat menyebabkan asam lambung naik hingga esofagus
dan mulut, sehingga menyebabkan kerusakan email gigi, kerusakan gigi, dan
kerusakan saluran gastrointestinal. Gejala gastrointestinal, meliputi
heartburn, mulut dan bibir terluka, rahang bengkak, iritasi pada kelenjar ludah
dan tenggorokan, inflamasi esophagus, konstipasi, diare, pankreastitis, dan
perubahan kapasitas pengosongan perut (Smolin dan Grossvenor, 2011; NIMH,
2011).
3. Kegiatan
memuntahkan makanan sendiri juga dapat menyebabkan kehilangan cairan dan
elektrolit, yang akhirnya menyebabkan dehidrasi, ketidakseimbangan elektrolit,
kram dan lemah otot, kulit kering, menstruasi irregular, dan kerusakan pembuluh
darah di mata dan wajah (Smolin dan Grossvenor, 2011; NIMH, 2011).
4. Penggunaan
laksatif dan pencahar dapat menyebabkan dehidrasi dan ketidakseimbangan
elektrolit, yang akhirnya menyebabkan denyut jantung menjadi tidak normal,
penurunan tekanan darah, dan gagal jantung. Luka pada rectum juga dapat terjadi
karena penggunaan laksatif dan pencahar berlebihan (Smolin dan Grossvenor,
2011).
5. Baik
anoreksia, maupun bulimia berdampak pada siklus menstruasi seorang wanita,
yaitu dapat menimbulkan terjadinya amenorrhea (Lanham-New, Macdonald, dan
Roche, 2011).
6. Gagal
ginjal juga dapat terjadi pada penderita Bulimia Nervosa (Lock dan Le Grange,
2005).
C. Dampak
kesehatan yang ditimbulkan Binge-Eating Disorder:
1. Penderita
binge-eating disorder seringkali mengalami overweight atau obesitas. Penderita
binge-eating disorder yang mengalami obesitas memiliki resiko yang lebih tinggi
menderita/mengalami penyakit jantung dan tekanan darah tinggi (NIMH, 2014).
2. Penderita
binge-eating disorder juga dapat mengalami tingkat kolesterol darah tinggi,
tingkat trigliserida tinggi, dan diabetes mellitus tipe 2 (NEDA, 2012).
D. Dampak
kesehatan yang ditimbulkan EDNOS:
EDNOS dapat berdampak pada
perilaku makan menyimpang yang lebih parah, yaitu anoreksia nervosa dan bulimia
nervosa. EDNOS tidak dapat dianggap sebagai gangguan makan tingkat ringan
karena perilaku ini tetap memiliki dampak negatif bagi kesehatan dan dapat
mengarahkan pada perilaku makan menyimpang yang lebih parah (Brown, 2011).
EDNOS merupakan peluang
untuk melakukan intervensi lebih dini agar seseorang tidak mengalami perilaku
makan menyimpang yang lebih parah (Garrow et al., 2005). Jadi, jika tidak
ditangani, EDNOS dapat menjadi awal dari terbentuknya perilaku makan menyimpang
yang lebih parah.
0 Leave comment