Gorengan dan Minyak Goreng: Ketahui Faktanya!
23:04:00
Sumber Gambar: majalahkesehatan.com
Pada kesempatan kali ini penulis
ingin mengupas tentang minyak dan makanan yang digoreng. Bagaimana hubungan
antara gorengan dan kolesterol? Apa benar dampak buruk gorengan dapat
diperkecil hanya dengan tissue? dan
lain sebagainya. Ya, tanpa berpanjang lebar lagi, mari kita bahas!
Perlu diketahui bahwa seharusnya
tidak ada istilah minyak goreng non
kolesterol. Kenapa? karena semua minyak goreng adalah non kolesterol! Lalu,
kenapa jika kita makan makanan non hewani yang digoreng kita tetap rentan
terkena penyakit jantung dan penyakit degeneratif lainnya? Jawabannya ada pada proses penggorengannya. Proses penggorengan
yang dimaksud adalah metode deep frying, yaitu metode menggoreng
dengan minyak berjumlah banyak sehingga semua bagian makanan yang
digoreng terendam di dalam minyak panas (Mulyatiningsih, 2007).
Pada prinsipnya, semua
produk nabati, termasuk minyak nabati adalah non kolesterol. Kolesterol hanya
ada pada pangan hewani. Minyak goreng termasuk minyak nabati karena umumnya
terbuat dari minyak kelapa sawit. Walau tidak mengandung kolesterol, minyak nabati
tetap mengandung asam lemak. Asam lemak yang terdapat pada minyak nabati adalah
asam lemak tidak jenuh.
Kenapa minyak disebut asam
lemak tak jenuh? karena asam lemak tak jenuh akan bersifat cair pada suhu kamar
(ruangan), sedangkan asam lemak jenuh akan cenderung padat pada suhu kamar
(Edwar Zulkarnain, et al., 2011). Secara kimia, asam lemak tidak jenuh memiliki
ikatan hidrogen yang lepas dan pada akhirnya akan terbentuk ikatan dobel
karbon-karbon.
Berikut penjelasan dan
contohnya dari Wardlaw dan Hampl (2007):
- Asam Lemak Tidak Jenuh Tunggal (Monounsaturated): ketika asam lemak memiliki satu ikatan dobel karbon-karbon, contohnya adalah minyak zaitun dan canola.
- Asam Lemak Tidak Jenuh Jamak (Polyunsaturated): ketika asam lemak memiliki lebih dari satu ikatan dobel karbon-karbon, contohnya adalah minyak safflower, minyak jagung, minyak kedelai, minyak bunga matahari.
Sekilas perbandingan di
antara minyak, minyak kelapa sawit mempunyai kadar asam lemak jenuh sebesar 51%
dan asam lemak tak jenuh 49%; sedangkan minyak dari jagung mempunyai kadar asam
lemak jenuh 20% dan asam lemak tak jenuh 80% (Shils ME, Olson JA, Shike M, 1999
dalam Edwar, Zulkarnain et al., 2011).
Asam lemak jenuh secara
kimia memiliki rantai karbon lurus lebih kokoh dibandingkan dengan asam lemak
tidak jenuh yang memiliki rantai tidak lurus. Ikatan rantai pada asam lemak
tidak jenuh lebih mudah rusak akibat panas dibanding dengan asam lemak jenuh.
Dietary fats pada asam lemak tidak jenuh dapat lebih mudah cair pada suhu yang
lebih rendah dibanding asam lemak jenuh (terutama yang memiliki 12 rantai atau
lebih) (Wardlaw dan Hampl, 2007).
Lalu bagaimana hubungannya
dengan penyakit jantung koroner dan degeneratif lainnya?
Ada jenis lemak yang
disebut sebagai Lemak Trans, yaitu
lemak yang terbentuk akibat terjadi pemanasan suhu tinggi pada makanan, dalam
hal ini adalah makanan yang dimasak dengan cara digoreng yang biasanya dapat
mencapai suhu 200 derajat atau lebih (umumnya 175-190 derajat celsius). Metode deep frying dapat mencapai suhu tersebut.
Ketika makanan tersebut digoreng dengan suhu tinggi, maka akan menyebabkan terjadi hidrogenasi dan terbentuklah lemak trans. Di dalam tubuh, lemak trans dapat mempengaruhi kolesterol dalam darah, sebagaimana yang dilakukan oleh lemak jenuh, yaitu meningkatkan kolesterol LDL (kolesterol jahat) dan menurunkan HDL (kolesterol baik) (Whitney dan Rolfes, 2008).
Kita semua tahu bahwa
jumlah LDL yang tinggi, apalagi dibarengi dengan hipertensi dalam tubuh akan
meningkatkan resiko atherosklerosis (penyempitan pembuluh darah) yang pada
akhirnya akan mengarahkan pada penyakit jantung koroner atau stroke.
Jadi, jika akhir-akhir ini
kita sering melihat iklan suatu produk tissue dapat menyerap minyak dengan
super cepat dan banyak, apakah itu dapat membuat suatu gorengan menjadi aman?
Dari penjelasan di atas, penulis rasa tidak akan menolong banyak. Toh, proses
pemanasan dan hidrogenasi sudah terjadi. Lemak Trans juga sudah terbentuk,
ditambah lagi, tissue tersebut lebih
dominan menyerap permukaan luar, kalaupun dapat menyerap sampai dalam tapi kan
tidak dapat sampai ke dalam banget. Artinya minyak sudah terlanjur terserap ke
seluruh bagian makanan.
Selain pada gorengan, lemak
trans juga banyak terdapat pada: kue, biskuit, donat, pastry, keripik,
margarin, daging merah, susu dan produk susu (Whitney dan Rolfes, 2008).
Pemakaian
minyak goreng berkali-kali juga tidak boleh dilakukan karena dapat
membahayakan kesehatan. Salah satu zat berbahaya yang terbentuk jika
menggunakan minyak berulang kali adalah akrolein.
Akrolein adalah penanda awal dari kerusakan minyak goreng. Akrolein dapat
menyebabkan rasa gatal di tenggorokan ketika mengonsumsi makanan dengan minyak
goreng yang dipakai berulang kali (Ketaren, 2005 dalam Fransiska, 2010).
Titik asap adalah saat
dimana akrolein terbentuk. TItik asap akan menurun (degradasi minyak goreng)
ketika suhu penggorengan lebih tinggi dari suhu normal (168-196 derajat
celsius) (Devi, 2010). Biasanya suhu penggorengan deep fried dapat lebih tinggi
dari ini.
Akrolein juga dapat menyebabkan
iritasi mata dan pernapasan atas. Ambang batas konsentrasi penguapan akrolein
serendah-rendahnya adalah 0,07 mg/m3 (Sinkuvene, 1970 dalam WHO, 2003),
sementara baunya dapat dikenali ketiak jumlahnya sebesar 0,48 mg/m3 (Leonardos
et al., 1969 dalam WHO, 2003).
Efek lainnnya adalah dapat
menyebabkan badan lemas, nausea, muntah, diare, iritasi pernapasan dan mata,
napas pendek, bronkitis, oedema pulmonari, pingsan dan kematian karena
menghirup akrolein atau dari pencernaan (WHO, 2003). Jadi, hindarilah
menggoreng atau makan gorengan dengan minyak yang sudah berkal-kali dipakai,
cirinya adalah warna minyak sudah kehitaman. Ambang batas pemakaian minyak
goreng adalah 3 kali menggoreng. Sumber lain mengatakan 2 kali untuk pangan
hewani dan 3 kali untuk pangan nabati.
Kesimpulannya, semua minyak
goreng adalah non-kolesterol, namun cara penggorengan dengan deep frying akan
meningkatkan LDL dan menurunkan HDL. Penggunaan tissue untuk menyerap minyak
tidak akan membantu banyak dalam pencegahan penyakit jantung koroner jika kita
memakan gorengan dan hindari menggoreng makanan lebih dari 3 kali.
--------------------------------------------------------------------
REFERENSI:
Mulyatiningsih, Endang.
2007. Diktat Teknik-Teknik Dasar Memasak. Yogyakarta: UNY.
Devi, Nirmala. 2010.
Nutrition and Food: Gizi untuk Keluarga. Jakarta: Kompas.
Ketaren, S. 2005. Pengantar
Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI–Press.
World Health Organization.
2002. Concise International Chemical Assessment Document 43: ACROLEIN. Geneva:
World Health Organization.
Whitney, Ellie and Sharon
Rady Rolfes. 2008. Understanding Nutrition, 11th Edition. USA: Thomson
Learning, Inc.
Wardlaw, Gordon M dan
Jeffrey S. Hampl. 2007. Perspectives in Nutrition 7th Edition. USA: McGraw-Hill
Companies, Inc.
Sinkuvene D (1970)
[Hygienic evaluation of acrolein as an airpollutant.] Gigiena i Sanitariya,
35:6–10 (in Russian) [cited in IPCS, 1992].
Leonardos G, Kendall D,
Barnard N (1969) Odour threshold determinations of 53 odourant chemicals.
Journal of the Air Pollution Control Association, 19:91–95.
Fransiska, Eva. 2010.
Karakteristik, Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Ibu Rumah Tangga Tentang Penggunaan
Minyak Goreng Berulang Kali di Desa Tanjung Selamat Kecamatan Sunggal Tahun
2010. Medan: USU.
Edwar, Zulkarnain. Pengaruh
Pemanasan terhadap
Kejenuhan Asam Lemak Minyak
Goreng Sawit dan Minyak Goreng Jagung. J Indon Med Assoc, Volum: 61, Nomor: 6,
Juni 2011.
http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/download/668/665
Shils ME, Olson JA, Shike
M. Lipid, sterol and their metabolites. In: Shils MW, Olson JA, Shike M, Ross
AC, ed. Modern nutrition in health disease. 9th ed. Pensylvania: Williams dan
Wilkins; 1999. p. 67-94.
0 Leave comment